Jakarta, 31 Oktober 2025 itime.id – Suasana tegang dan emosional menyelimuti ruang sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ketika majelis hakim membacakan vonis terhadap terdakwa dalam kasus suap pengurusan izin ekspor minyak goreng. Istri terdakwa duduk di bangku pengunjung dan tak mampu menahan air matanya begitu palu diketuk.
Majelis hakim menyatakan terdakwa, yang bernama Muhammad Syafei (pegawai Wilmar Group dan salah satu pihak korporasi), terbukti menerima suap dalam pengurusan izin ekspor minyak goreng hingga merugikan keuangan negara serta mencederai keadilan publik. Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda sejumlah (sesuai amar putusan) serta hukuman subsider jika tidak dibayar.
> “Perbuatan terdakwa tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai rasa keadilan publik di tengah situasi sulit akibat naiknya harga minyak goreng,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Kasus ini bermula ketika tiga korporasi besar—Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group—diduga memperoleh putusan “lepas” (ontslag) dalam perkara korupsi ekspor CPO/minyak goreng. Beberapa hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, serta panitera dan pejabat pengadilan, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap senilai sekitar Rp 40 miliar.
Jaksa menyebut bahwa Syafei bersama advokat seperti Marcella Santoso dan Ariyanto memberikan suap agar putusan pengadilan atas korporasi tersebut dikabulkan lepas.
Istri terdakwa terlihat menutup wajahnya dengan tangan dan terus menangis di ruang sidang. Kejadian ini turut disorot sebagai dampak personal dari proses hukum yang panjang dan berat bagi keluarga terdakwa.
Sementara itu, pihak Jaksa Penuntut Umum menyambut baik vonis yang dijatuhkan, menyebutnya sebagai sinyal bahwa pejabat dan korporasi tidak bisa bebas begitu saja dari pengawasan hukum. “Ini menjadi pelajaran penting agar kewenangan publik tidak disalahgunakan demi keuntungan pribadi,” tegas jaksa.
Kuasa hukum terdakwa menyatakan akan menempuh upaya banding. “Kami menghormati putusan majelis, namun kami menilai ada hal-hal yang perlu diuji kembali di tingkat lebih tinggi,” ujar pengacara terdakwa.
Selain itu, pimpinan lembaga peradilan telah menunjuk tim untuk mengevaluasi prosedur internal, serta menjaga agar integritas putusan pengadilan tetap terjaga di masa depan.
Kasus ini terjadi di tengah perhatian publik yang tinggi terhadap harga minyak goreng dan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas pasokan. Akibat praktik ilegal ekspor dan pelanggaran aturan, masyarakat sempat mengalami kelangkaan dan lonjakan harga komoditas tersebut.
Reina

