ITime.id – Salatiga 9 November 2025 Tradisi padusan atau mandi penyucian diri masih menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Jawa hingga kini. Tak hanya dilakukan menjelang bulan Ramadan, ritual ini juga kerap digelar dalam berbagai acara adat, spiritual, maupun kegiatan budaya yang memiliki nilai penyucian diri secara lahir dan batin.

Padusan yang berasal dari kata adus (mandi) diyakini sebagai bentuk simbolik untuk membersihkan diri dari hal-hal negatif, membuka lembaran baru, dan menata kembali keseimbangan hidup. Biasanya dilakukan di sendang, mata air, sungai, atau tempat yang dianggap suci.
Di beberapa wilayah seperti Salatiga, Boyolali, hingga lereng Merapi-Merbabu, tradisi ini dilakukan sebelum acara penting seperti ruwatan, bersih desa, peringatan hari kelahiran tokoh adat, hingga upacara spiritual tertentu. Air yang digunakan pun tidak sembarangan — sebagian diambil dari sumber yang diyakini memiliki kekuatan alami atau spiritual.
Tokoh adat Salatiga, Mbah Rasto (70), menjelaskan bahwa padusan bukan hanya kegiatan mandi biasa.
“Setiap air memiliki tuahnya sendiri. Saat padusan, kita mohon restu kepada alam dan leluhur agar segala niat dan langkah kita menjadi bersih dan diberkahi,” ujarnya sambil menyiapkan sesaji berupa bunga setaman dan dupa.
Dalam suasana hening dan khidmat, peserta padusan biasanya memanjatkan doa atau mantra-mantra lama yang diwariskan turun-temurun. Nuansa mistik terasa kuat, terutama saat ritual dilakukan pada malam hari di tengah cahaya obor.
Selain makna spiritual, padusan juga mengandung nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap alam. Warga berkumpul, saling membantu menyiapkan perlengkapan, hingga makan bersama setelah ritual usai. Bagi masyarakat Jawa, air bukan sekadar unsur kehidupan, tetapi juga simbol kesucian dan keseimbangan.
Budayawan Jawa Tengah, Ratri Wibisono, menilai bahwa padusan adalah bentuk ekspresi spiritual yang menghubungkan manusia dengan alam semesta.
“Tradisi ini mengandung filosofi mendalam tentang pembersihan jiwa dan harmoni dengan alam. Tak heran, di banyak daerah, padusan masih dijaga karena menjadi jembatan antara budaya, spiritualitas, dan keyakinan mistik masyarakat,” terangnya.
Dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, tradisi padusan terus hidup di tengah modernisasi zaman — bukan sekadar ritual mandi, tetapi warisan budaya yang merefleksikan keseimbangan antara dunia lahir dan batin.
Reina
