
I Time.id – Yogyakarta. 10 November 2025 .
Di balik megahnya sejarah tanah Jawa, terselip kisah perempuan tangguh bernama Roro Mendut — sosok yang bukan hanya dikenal karena kecantikannya, tetapi karena keberaniannya menolak tunduk pada kekuasaan. Sebuah kisah lama yang hingga kini masih bergetar dalam ingatan budaya Nusantara.
Roro Mendut hidup pada masa kekuasaan Kesultanan Mataram. Ia berasal dari wilayah pesisir utara Jawa dan dikenal memiliki paras jelita serta budi yang halus. Namun, di balik kelembutannya, ia memiliki tekad baja: menolak dijadikan milik siapa pun atas dasar kekuasaan.
Legenda mencatat, Roro Mendut dipinang oleh Tumenggung Wiraguna, seorang bangsawan Mataram yang terpikat oleh kecantikannya. Namun, cinta baginya bukan soal pangkat dan harta. Ia menolak lamaran itu meski tahu risikonya berat — termasuk ancaman hukuman dan penderitaan.
Keteguhan hatinya membuat banyak orang tertegun. Dalam pandangan masyarakat Jawa lama, menolak pinangan seorang pejabat adalah bentuk pembangkangan. Namun bagi Roro Mendut, martabat dan cinta sejati tak bisa dibeli dengan kekuasaan.
Penolakan itu membuatnya hidup dalam tekanan. Di tengah situasi sulit, Roro Mendut justru menemukan cinta sejati pada seorang prajurit sederhana bernama Pronocitro. Keduanya menjalin kasih diam-diam, di tengah bayang-bayang ancaman.
Cerita ini bukan sekadar romansa, melainkan simbol perlawanan. Roro Mendut menjadi cermin bahwa perempuan Jawa pun punya suara dan hak menentukan jalan hidupnya sendiri. Sebuah pesan yang masih relevan di masa kini.
Kini, kisah Roro Mendut hidup dalam berbagai bentuk — dari pentas ketoprak hingga film layar lebar. Namun makna terdalamnya sering kali terlupakan: keberanian seorang perempuan mempertahankan prinsip dan kehormatannya di tengah tekanan kekuasaan.
Roro Mendut bukan hanya kisah cinta yang berakhir tragis. Ia adalah simbol kebebasan perempuan, keberanian, dan keteguhan hati yang melintasi zaman.
Di tengah derasnya arus modernitas, kisah Roro Mendut mengajarkan kita bahwa keteguhan hati dan keberanian menolak ketidakadilan adalah bentuk cinta terbesar — cinta kepada diri sendiri dan kebenaran.
Seperti bunga yang tetap mekar di tengah badai, Roro Mendut adalah potret abadi tentang perempuan Jawa yang tak hanya cantik rupa, tetapi juga mulia dalam sikap dan pendirian.
Reina
