I Time. Wonogiri, 30 Oktober 2025 – Penetapan Kepala Desa Sugihan, Murdiyanto, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Wonogiri pada 29 Oktober 2024, menandai babak baru dalam upaya pemulihan pemerintahan desa di wilayah Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Kasus dugaan penyalahgunaan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2022-2023, yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah, tidak hanya mengungkap kerentanan tata kelola lokal, tetapi juga memicu respons cepat dari pemerintah daerah untuk memastikan kontinuitas pelayanan publik. Langkah ini, yang sepenuhnya selaras dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta perubahannya, menekankan pentingnya mekanisme pemberhentian sementara dan penunjukan pejabat pengganti untuk mencegah kelumpuhan administratif.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini mencerminkan tantangan struktural dalam otonomi desa di Indonesia, di mana dana desa yang dialokasikan secara masif sering kali menjadi sasaran penyimpangan akibat lemahnya pengawasan internal. Menurut analisis awal dari perspektif akademis, penyalahgunaan ADD di Sugihan melibatkan manipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ) dan penggelapan insentif untuk 17 Rukun Tetangga (RT), yang tidak hanya menghambat pembangunan infrastruktur seperti sumur air minum, tetapi juga memperburuk ketidakpercayaan warga terhadap institusi lokal. Respons Pemkab Wonogiri, termasuk rencana penerbitan Surat Keputusan pemberhentian sementara terhadap Murdiyanto, menjadi contoh bagaimana ketentuan Pasal 77 UU Desa dapat diterapkan untuk menjaga stabilitas tanpa mengganggu alur pembangunan.
Camat Bulukerto, Juwariyah, memimpin rapat koordinasi darurat pada hari yang sama, melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat. Rapat tersebut tidak hanya menegaskan kelanjutan kegiatan rutin seperti Musrenbangdes, tetapi juga mendorong pembentukan struktur RT dan RW yang selama ini absen—sebuah kelalaian struktural yang disebut Parjo, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan, sebagai “penghambat utama administrasi publik.” Absennya organisasi dasar RT/RW ini, yang seharusnya menjadi fondasi pengumpulan data kependudukan dan distribusi bantuan, telah menyebabkan penundaan program seperti Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) dan sertifikasi tanah, memperparah kemiskinan struktural di desa pedesaan Jawa Tengah.
Dari sudut pandang akademis, situasi Sugihan menyoroti kebutuhan reformasi preventif dalam kerangka UU Desa. Penelitian terbaru di bidang administrasi publik menunjukkan bahwa desa-desa dengan pengawasan berbasis komunitas, seperti yang direkomendasikan dalam amandemen UU Nomor 6/2014, cenderung 40% lebih rendah risikonya terhadap korupsi dibandingkan yang bergantung pada kepala desa tunggal. Di Wonogiri, inisiatif Pemkab untuk mempercepat penunjukan Pejabat Sementara (PJ) Kepala Desa—yang masih menunggu finalisasi administratif—diharapkan dapat mengintegrasikan elemen akuntabilitas ini. Parjo menambahkan bahwa penunjukan PJ bukan sekadar pengisi kekosongan, melainkan katalisator untuk audit internal yang komprehensif, termasuk verifikasi hutang RT ke bank perumahan rakyat setempat akibat penggelapan sebelumnya.
Warga Desa Sugihan, yang sebelumnya sempat menggelar demonstrasi pada September 2024 untuk menuntut penahanan Murdiyanto, kini menyuarakan optimisme terkendali. Seorang tokoh masyarakat, yang enggan disebut namanya karena sensitivitas kasus, menyatakan, “Kami bukan hanya ingin hukuman, tapi desa yang hidup kembali—dengan RT yang berfungsi dan dana yang transparan.” Harapan ini selaras dengan semangat UU Desa, yang tidak hanya mengatur prosedur pemberhentian (Pasal 52) tetapi juga menekankan partisipasi masyarakat dalam pemilihan PJ untuk memastikan legitimasi transisi.
Meski demikian, tantangan pemulihan tetap kompleks. Dugaan pelarian Murdiyanto setelah mangkir tiga kali dari panggilan kejaksaan menambah lapisan urgensi, memaksa aparat penegak hukum untuk mengaktifkan mekanisme penjemputan paksa. Secara akademis, kasus ini menjadi studi kasus berharga untuk mengeksplorasi interseksi antara penegakan hukum pidana dan reformasi administratif, di mana keberhasilan Wonogiri bisa menjadi model bagi desa-desa lain di Indonesia yang menghadapi isu serupa. Dengan proses administratif yang diharapkan rampung dalam waktu dekat, Desa Sugihan berpotensi bangkit sebagai contoh ketahanan komunal, di mana pelajaran dari krisis justru memperkuat fondasi pemerintahan berbasis nilai-nilai gotong royong.
Pewarta : Nandang Bramantyo


1 thought on “Kades Sugihan Bulukerto Ditetapkan Tersangka, Struktural Pasca-Kasus Korupsi Kepala Desa”