itime.id – Yogyakarta & Surakarta. 4 November 2025
Di tengah kekayaan budaya Jawa, terdapat empat gelar kebangsawanan yang memiliki arti dan sejarah yang dalam, yakni Hamengku Buwono, Paku Alam, Pakubuwono, dan Mangkunegara. Keempat gelar ini sering kali menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat umum karena memiliki kemiripan lafal dan makna yang sama-sama berakar dari tradisi kerajaan Jawa. Namun sebenarnya, masing-masing gelar memiliki sejarah, makna, dan asal-usul tersendiri yang unik.

1. Hamengku Buwono – Sultan Yogyakarta
Gelar Sri Sultan Hamengku Buwono digunakan oleh para Sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nama “Hamengku Buwono” berasal dari bahasa Jawa yang berarti memangku atau memelihara dunia.
Sultan pertama, Hamengku Buwono I, adalah Pangeran Mangkubumi, saudara dari Pakubuwono II dari Surakarta. Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, beliau mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kasultanan Yogyakarta, sehingga gelar Hamengku Buwono digunakan untuk penerusnya hingga kini (Sultan Hamengku Buwono X).
2. Paku Alam – Kadipaten Pakualaman
Berbeda dengan Sultan, gelar Paku Alam digunakan oleh penguasa Kadipaten Pakualaman, wilayah kecil di dalam Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kadipaten ini didirikan oleh Paku Alam I pada tahun 1813 atas restu pemerintah kolonial Inggris.
Nama “Paku Alam” berarti paku dunia, yang menggambarkan peran pemimpin sebagai penegak keseimbangan di alam dan masyarakat.
Kini, yang memerintah adalah KGPAA Paku Alam X, yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY mendampingi Sultan Hamengku Buwono X.
3. Pakubuwono – Kasunanan Surakarta
Sementara itu, gelar Pakubuwono (kadang ditulis Paku Buwono) digunakan oleh raja di Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang merupakan hasil pecahan dari Kesultanan Mataram setelah Perjanjian Giyanti.
Gelar ini juga memiliki makna yang mirip, yaitu paku dunia atau penegak keseimbangan alam dan manusia.
Raja pertamanya adalah Pakubuwono III, yang memerintah Surakarta setelah pemisahan dari Yogyakarta. Hingga kini, gelar tersebut masih dipakai oleh Pakubuwono XIII, raja yang bertahta di Keraton Surakarta.
4. Mangkunegara – Praja Mangkunegaran
Gelar Mangkunegara dimiliki oleh penguasa Pura Mangkunegaran, wilayah otonom di Surakarta yang berdiri pada tahun 1757, dua tahun setelah Perjanjian Giyanti.
Pendiri pertamanya adalah Raden Mas Said, yang dikenal sebagai Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa.
Nama “Mangkunegara” bermakna penguasa negara yang kuat dan berwibawa, menggambarkan sosok pemimpin yang bijak dan berani.
Meski memiliki arti yang hampir serupa, keempat gelar tersebut berasal dari dua pusat kekuasaan besar di Jawa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
- Yogyakarta memiliki dua pemimpin tradisional: Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.
- Surakarta memiliki dua penguasa adat: Sri Susuhunan Pakubuwono dan KGPAA Mangkunegara.
Perbedaan nama dan gelar tersebut menjadi bukti betapa kayanya sejarah politik dan budaya di tanah Jawa, yang masih lestari hingga kini sebagai bagian dari jati diri bangsa Indonesia.
Penulis: Redaksi iTime.id
Editor: Reina
