ITime.id –Dmak 5 November 2025 Makam Raja Demak kembali menjadi pusat perhatian masyarakat, bukan hanya karena nilai sejarahnya yang tinggi, tetapi juga karena daya tarik spiritual dan budaya yang menyatu di tempat ini. Setiap harinya, ratusan peziarah dari berbagai daerah berdatangan untuk berdoa dan menapaktilasi jejak kebesaran Kesultanan Demak — kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.


Berbeda dari wisata religi biasa, makam Raja Demak bukan sekadar tempat berziarah. Banyak pengunjung mengaku datang untuk “ngalap berkah” dan menenangkan diri, mencari ketenangan batin di tengah suasana yang sakral dan penuh sejarah. “Rasanya seperti kembali ke masa lalu, di mana ajaran Islam dan budaya Jawa berpadu dengan harmoni,” ujar Siti Nur, peziarah asal Kendal yang rutin datang setiap bulan.
Makam yang berada di kompleks Masjid Agung Demak ini memiliki arsitektur klasik dengan ornamen kayu jati tua, dipercantik dengan ukiran bernuansa Majapahit dan Islam. Keaslian dan kesederhanaannya justru menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung.
Tidak hanya dari wilayah sekitar seperti Kudus, Jepara, dan Pati, pengunjung juga datang dari luar Jawa. Beberapa di antaranya bahkan datang secara rombongan menggunakan bus pariwisata. Di sekitar area makam, geliat ekonomi masyarakat pun ikut tumbuh. Warga lokal membuka warung makan, toko suvenir, hingga jasa pemandu religi yang turut menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
“Bukan soal ziarahnya saja, tapi bagaimana kita menghargai sejarah leluhur bangsa. Raja Demak adalah simbol kebangkitan Islam Nusantara,” ungkap Budiono, tokoh budaya setempat.
Menariknya, makam Raja Demak kini juga menjadi ruang pertemuan lintas generasi. Anak muda datang bukan sekadar berdoa, tetapi juga belajar sejarah dan seni arsitektur kuno yang masih terawat. Pemerintah daerah pun mulai menyiapkan konsep wisata religi edukatif agar peninggalan sejarah ini bisa terus lestari tanpa kehilangan kesakralannya.
Makam Raja Demak bukan hanya tempat peristirahatan terakhir seorang raja, tetapi juga cermin peradaban yang masih hidup hingga kini — bukti bahwa warisan spiritual dan budaya mampu menyatukan masa lalu, kini, dan nanti.
